Desa Palar kecamatan Trucuk
kabupaten Klaten, Jawa tengah yaitu Khususnya Dukuh Mbero. Menurut
cerita Masyarakat, konon dibawah pohon ketos raksasa ditengah desa
berusia sekitar 500 tahun terdapat kerajaan tuyul bahkan sebagai
komunitas tuyul terbesar di Indonesia. Yang dipercayai sebagai putra
wayah Eyang Bondho. Maka tak heran jika desa tersebut terkenal dan telah
memberi warna tersendiri bagi kehidupan warga masyarakatnya.
Bagi
yang ingin masuk tempat tersebut harus orang yang sehat, bukan keaadaan
stres dan berlaku sopan. Menurut ceritanya sang juru kunci termpat
tersebut Kebanyakan orang yang datang ingin meminta sesuatu dengan
perantara pohon ketos tersebut ada juga yang langsung ingin menjadi
orang tua asuh tuyul-tuyul tersebut. Kalau peminat benar-benar serius
mantap tekadnya dan sanggup memenuhi semua Persyaratannya, barulah
pelaksanaan ritual dimulai.
Namun bagi pemula maunya terima
tanda langsung jadi ube rampenya diserahkan sama juru kuncinya namun
sebagai pengganti untuk membeli sesaji dan sebagainya harus menganti
uang sebesar 5 juta atau masih bisa ditawar menurut kemampuan para
pelaku ritual atau sesuai dengan perjanjian bisa sekitar 3juta atau
dibawahnya.uang tersebut dipakai untuk membeli sesajen untukselamatan
selama 7 kali setiap hari atau malam jum'at kalo dilanggar bisa fatal
akibatnya.
Setelah ritual permulaan sang juru kunci memberikan
sepasang kanthong berwarna putih untuk wadah benda-benda yang diambil
dari lokasi pohon ketos dua buah kanthong itu melambangkan bahwa yang
dibawa pulang adalah 2 sosok tuyul.
Namun yang namanya mahkluk gaib apa
yang dibawa pulang tidak dapat dilihat oleh mata dengan jelas bagi orang
awam sebab wujud tuyul-tuyul beraneka ragam bentuknya ada yang hitam
legam, dengan kepala gundul, ada yang putih seperti batu pualam matanya
merah menyala, ada yang bertaring dan bertelinga mirip kelelawar dan
memang ada beberapa jenis tuyul yang menempati kerajaan tuyul pohon
ketos tersebut. Penempatan tersebut sesuai dengan karakter masing-masing
tuyul.
Untuk mengadopsi mereka, pelaku ritual tidak boleh
pilih-pilih. Semua tergantung pada tuyul-tuyul yang berada disini kata
sang juru kunci. Begitu keramatnya pohon ketos tersebut hingga warga
setempatpun tak ada yang berani memetik daun ataupun rantingnya secara
sembarangan, bahkan warga setempat menghormati pohon tersebut. Buktinya,
tiap tanggal 1 Syura selalu digelar pertunjukan wayang kulit semalam
suntuk. Dengan maksud untuk mendapat keselamatan dan rezeki yang
melimpah agar warga disekitar tidak diganggu.
Hidup Sudah Menjadi Takdir, Tapi Nasib Bisa Dirubah