MAKAM yang bertengger di
kawasan Cangkringan, Sleman Yogyakarta, dipercaya sebagai kuburan tokoh
sakti zaman dulu. Sehingga selalu dipenuhi berbagai sesaji. Banyak
peziarah melantunkan berbagai permintaan, mulai kenaikan pangkat, ilmu
kanuragan sampai
pesugihan.
Setiap malam Jumat Kliwon, orang
memasang sesaji jajan pasar dan kembang tujuh rupa, lantas berdoa minta
berbagai permohonan. Tempat yang dikenal dengan nama Watu Tumpeng itu
dipercaya memiliki kekuatan gaib.
Padahal, menurut jurukunci Watu
Gunung, gundukan tanah itu bukan kuburan manusia, melainkan gajah
tunggangan Kerincing Wesi saat menjaga Gunung Merapi.
Konon,
Kerincing Wesi berubah menjadi raksasa setelah makan telur naga Kiai
Jagad, lantas ditugaskan menjaga Gunung Merapi. Untuk menjalankan tugas,
ia menerima seekor gajah dari Panembahan Senopati. Ketika gajah itu
mati, Kerincing Wesi menguburkannya di lereng Merapi.
Kini, pada
malam-malam tertentu, sering terdengar lenguhan gajah. Malah, ada warga
yang mengaku melihat binatang itu melintas. Bagi peziarah, apa atau
siapa yang berada di dalam kuburan itu, tidak menjadi masalah. Yang
penting, tempat itu mempunyai kekuatan gaib yang menjanjikan perubahan
nasib.
Kata beberapa sumber, sebagian besar peziarah memasang
sesaji untuk persembahan kepada yang sumare dengan keinginan, kekuatan
gaib yang memancar akan membalas jasanya setelah diberi makan. Jasa itu
berupa kelancaran rezeki atau melimpahnya harta tanpa tanggungan tumbal.
Jadi,
pesugihan Lereng Merapi berbeda dengan Tuyul, Blorong, Cakar
Monyet, babi Ngepet, Bulus Jimbung dan sebangsanya. Hanya sekadar medium
berdoa, kendati banyak yang tergelincir dengan memanjatkan doa bukan
kepada Tuhan.